![]() |
Pdt. Manati Zega, S.Th Foto: Koleksi Pribadi |
Surakarta, Harni, 19/01/13. Masih segar
diingatan saya, pada 5 Januari 2008 sempat berbincang-bincang dengan kepala
sekolahSmart Kids Play Group di Kota Surakarta. Dalam percakapan itu, Tri Budi
Santoso, M.Sc. OT –kepala sekolah tersebut mengeluh atas perilaku anak didiknya
di suatu kota. Anak-anak itu berperilaku sangat kasar. Sering mengeluarkan
kata-kata kotor yang belum pantas diucapkan anak seusianya. Tidak segan-segan
memukul siapa pun yang berbeda pendapat dengannya. Perilaku anak tersebut
sangat mengkhawatirkan kedua orangtuanya. Sempat dirujuk ke psikolog anak,
pikirnya mungkin ada keterpecahan jiwa dalam diri anak tersebut. Hasilnya
nihil.
Karena kedua orang tuanya, bekerja di
luar rumah, mereka tidak dapat memantau perkembangan si buah hati. Entah ide
dari mana, sang ayah memberlakukan peraturan dalam keluarga mereka. Selama tiga
bulan, TV tidak diizinkan menyala dalam rumah tangga itu. Pembantu Rumah tangga
yang doyan nonton TV diultimatum. Apabila menyalakan TV ia akan dipecat. Hasil
tiga bulan itu sungguh di luar dugaan. Anak itu berubah jadi lembut.
Perilakunya santun. Tiga bulan terakhir, anak tersebut tidak pernah memukul dan
mempraktikan gerakan-gerakan silat yang selama ini biasa dilakukan.
Ketahuan biangnya. Tayangan TV telah
memengaruhi dan memprovokasi jiwa anak yang masih balita itu. Pada acara
National Reformed Conference (NRC) di Wisma Kinasih, Agustus 1999, Pdt. Dr.
Stephen Tong berkata, “Kalau Anda mau menanamkan iman Kristen sejati kepada
Anak, lakukanlah sebelum anak itu berusia 12 tahun”. Alasannya, pada usia
tersebut kemampuan intelektual seorang anak berada di puncaknya. Pada usia
tersebut, kemampuan anak untuk mengingat sangat tinggi. Akibatnya, anak akan
mempratikkan apa saja yang diingat dan dilihatnya.
You
Are what You See.
Anda adalah apa yang Anda lihat.
Contoh kasus. Acara SERGAP Siang RCTI pernah menayangkan kasus asusila yang
terjadi. Dikatakan demikian, “Akibat VCD Porno, Pemuda Perkosa Teman Kerja”.
Acara tersebut melaporkan seorang karyawan sebuah perusahaan musik di Jakarta
Utara. Akibat perbuatannya, lelaki berusia 22 tahun itu mendekam di Tahanan
Mapolsek Koja, Jakarta Utara karena memperkosa rekan kerjanya karyawati di
perusaahan itu. Dia memperkosa gadis berusia 13 tahun itu setelah bersama-sama
nonton VCD porno di tempat kerjanya.
Kisah ini merupakan salah satu dari
sekian banyak kasus serupa yang pernah terjadi di negeri ini. Derasnya arus pornografi
telah merusak pemikiran banyak orang. Anda apa yang Anda baca dan lihat,
demikian kata-kata bijak yang pernah diungkapkan J. Drost, dari Universitas
Katolik Atmajaya Jakarta. Anda melihat hal-hal porno, hal itu akan terekspresi
dalam perbuatan Anda.
Anak-anak juga demikian. Mereka lebih
mudah menangkap hal visual. Tidak heran, jika The American Academy of Pediatric
tidak merekomendasikan anak di bawah usia dua tahun dan bayi untuk menonton TV
atau DVD. Sedangkan anak berusia di atas tiga tahun, disarankan untuk menonton
TV cukup dua jam setiap harinya.
Bagaimana kita harus bersikap? Salomo
dengan bijaksana berkata, Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan
itu(Ams.22:6). Pendidikan rohani dalam keluarga sangat penting. Tidak boleh
diabaikan atau diserahkan kepada pembantu Rumah Tangga (PRT). Itu bukan
tanggung jawab pembantu. Kalau tidak hati-hati, pembantu yang tak mengenal
Tuhan bisa menyesatkan anak-anak kita.
Bersikap
Selektif.
Dr. Marulak Pasaribu, M.Div, dosen
theologi dan Pendidikan Agama Kristen, berkata, ”Ketika seseorang belajar,
harus selalu bertanya Apa Manfaatnya Bagiku. Ini sikap bijak. Ketika menonton
acara TV dari berbagai stasiun misalnya, bijaksana kalau orang tua selalu
menanyakan apa manfaatnya bagi anak-anaknya.
Sebagai rohaniwan, pengkhotbah di
beberapa gereja, sering kali jemaat datang. Mereka biasanya mengeluhkan
sesuatu. Suatu saat saya konseling keluarga bermasalah. Kalimat yang
mengagetkan saya meluncur dari sang istri. “Pak, zaman sekarang perceraian bukan
hal yang tabu, itu lho di Televisi, kasus kawin cerai sudah biasa,” katanya
membela diri. Kalau saya cerai, itu hak saya.
Di sisi lain, tidak adil jika hanya
melihat sisi negatif dari suatu acara TV. Bukankah acara TV juga ada
manfaatnya? Secara pribadi, saya senang menonton berita karena hal itu sangat
membantu untuk melihat kondisi dunia saat ini. Terkadang menginspirasi saya
dalam membuat bahan khotbah atau pun tulisan yang bermutu. Dalam hal ini
diperlukan sikap bijaksana dan dewasa dalam pertanggungjawaban iman.
Rasul Paulus menuliskan kepada Jemaat
Korintus. Segala sesuatu diperbolehkan."Benar, tetapi bukan segala sesuatu
berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan."Benar, tetapi bukan segala
sesuatu membangun” (1 Kor. 10:23). Menonton adalah hak azasi setiap orang.
Namun, yang penting untuk diperhatikan adalah, “apakah yang ditonton itu
berguna?” Apakah akan menggiring kita mengenal Tuhan lebih baik atau justru
memunculkan ide untuk melawan kehendak Tuhan?
Pengaruh TV tidak hanya terjadi di
kota megapolitan. Dalam masyarakat Nias, hal ini pun bisa terjadi. Tidak
bermaksud melarang untuk menonton TV, tetapi marilah bersikap bijaksana.
Tayangan TV yang tidak mendidik sebaiknya dihindari. Tontonlah tayangan yang
mengedukasi dan memberi pencerahan. Pdt. Manati Zega, S.Th.
Pdt. Manati Zega, S.Th., seorang rohaniwan—pendeta jemaat, penulis buku rohani, pembicara, pengajar, dan jurnalis. Bersama keluarga tinggal di Surakarta, Jawa Tengah. Sehari-hari disibukkan dengan kegiatan melayani jemaat di Gereja Injili Agape (GrIA) Sola Fide Surakarta dan sebagai Redaktur Pelaksana (Redpel) Majalah Rohani Populer Nasional BAHANA. Bila ingin berdiskusi hubungi di FB: Manati Imanuel Zega, Twitter: @ManatiZega, dan email: manati_zega@yahoo.com.