![]() |
Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M |
Gunungsitoli,
Harni, 08/02/13 Penulis
berkesempatan berkontemplasi (kemudian menjadi tulisan sederhana ini), suatu
ketika pemuda kristen pasti akan berbuah. Semua tindakan, aksi,
aktifitas, gerakan, yang dilakukan saat ini akan mempengaruhi masa depan
nantinya. Benarlah firman Tuhan yang menegaskan “Karena apa yang ditabur orang,
itu juga yang akan dituainya (Gal 6 : 7). Ya, apa yang dipersiapkan para pemuda
saat ini, akan dituai beberapa tahun ke depan. Pemuda Kristen yang
mempersiapkan diri untuk memimpin di masa mendatang dan tentunya berpeluang
untuk memimpin ke depan, memimpin Jemaat, memimpin keluarga.
Tentunya pemimpin
yang diharapkan adalah kepemimpinan transformasional (transformasional leadership)
yang dapat melakukan perubahan. Lalu seperti apa pemimpin transformasional
tersebut? Bisakah pemuda menjadi pemimpin dengan model kepemimpinan
transformasional ini?
Pemuda Tunas Pemimpin
Transformasional
Pemuda
sebagai calon generasi penerus ke depan harus mampu menjadi pemimpin yang dapat
mentransformasi. ”anda hanya bisa melakukan perubahan (transformasi) dengan
terlebih dahulu merubah diri sendiri (Paradigma kepemimpinan transformasional,
Yayasan Bina Darma, Salatiga, hlm. 19). Bagaimana pemimpin yang
transformasional ? pemimpin dengan model ini merupakan pemimpin yang
berkarakter, proaktif, dan tentunya berparadigma melakukan perubahan. Salah
satu tujuan utamanya mendorong dan merangsang kemampuan pengikut untuk
menyelesaikan sendiri masalah mereka.
Berkarakter
dalam hal ini meliputi, komitmen, integritas, loyalitas (kesetiaan), jika
dihubungkan dalam pelayanan maka pemimpin yang transformasional merupakan
pelayan yang berpendirian. Tidaklah bergantung pada ”harapan-harapan sosial”
(Stephen R. Covey, The 8th Habit, Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan).
Pemimpin yang tidak terombang ambing oleh tawaran-tawaran duniawi. Namun
mempunyai suatu ketetapan hati pada apa yang diyakininya benar. Namun oleh
penulis perlu ditegaskan model pemimpin yang seperti ini bukan berarti
berparadigma konservatif, ortodox, akan tetapi pemimpin transformasional
bergaya progresif (ke arah kemajuan dan tidak terikat pada prosedural belaka).
Agar
pemuda sampai pada kepemimpinan transformasional ini tentunya hanya akan dapat
diraih setelah mampu memimpin diri sendiri. Kemampuan memimpin diri sendiri ??
ya, memimpin diri sendiri, artinya setiap pemuda harus telah selesai dengan dirinya sendiri. Istilah ini kemudian
harus dipahami dengan menggunakan nurani yang jujur dan jernih. Pemimpin yang
mampu memimpin diri sendiri merupakan modal awal menjadi pemimpin
transformasional. Pemimpin yang mampu melakukan restorasi. ”hai orang munafik,
keluarkan dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Matius 7 : 5).
Prof
Sahetapy dalam tulisannya Tantangan Pemuda Memasuki Akhir Abad ke 20, (J.E
Sahetapy, Pergumulan Tanpa Akhir, Penerbit Gandum Mas, hlm. 112) menegaskan
bahwa pemuda kristen meskipun sudah tersedia kecerdasan, tersedia otak yang
dingin, bahkan semangat yang menyala-nyala namun jika belum didasari pada
hakekat sebenarnya apa yang diperbuat, maka semua sama dengan usaha yang
sia-sia. Tindakannya tidaklah lebih dari usaha menjaring angin. Semua akan
terhenti pada ”rutinitas” belaka, kegiatan pelayanan, hanya berjalan untuk
mengisi hari-hari dan kehilangan ”substansi” yang sebenarnya.
Tidaklah
jarang pemuda saat ini merasa sudah melaksanakan tugas panggilannya utk
melayani, namun terhenti pada rutinitas semata. Pelayanan yang kehilangan makna
ini kemudian harus dihindari, dengan langkah awal ”berdialog”, ”berkomunikasi”
dengan Dia yang menciptakan langit dan bumi serta manusia dengan segala isinya
(kej 1: 26-28). Dialog tentunya diperoleh dengan ”penyerahan diri yang total”
pada sang pencipta. Dengan komunikasi maka akan terus mengingatkan seseorang
akan hakekat sesungguhnya dari apa yang sedang ia kerjakan. Dengan memahami
hakekatnya mengapa ia harus melayani, maka diyakini pemuda menjadi tunas
pemimpin transformasional di masa mendatang.
Pemuda harus mempersiapkan diri
Untuk sampai kepada kepemimpinan transformasional (transformasional leadership) pemuda harus mempersiapkan diri dengan baik. Pola pikir dan cara pandang dalam menghadapi suatu masalah merupakan proses pembentukan seseorang menuju kepada kematangan berpikir. Demikian juga seorang pemuda agar tiba pada kematangan berpikir tersebut, maka harus lebih cerdas dalam menghadapi segala sesuatu. Masalah hendaknya dipandang sebagai suatu tantangan, sehingga seorang pemuda kristen tetap optimis dalam situasi sesulit apapun. Ini adalah modal awal seorang pemuda menjadi seorang pemimpin yang dapat memberikan perubahan dimulai dari dirinya sendiri. Terbuka kesempatan yang sangat besar bagi seorang pemuda kristen untuk menjadi pemimpin transformasional di masa yang akan datang. Dengan catatan pemuda harus mempersiapkan diri, karena kepemimpinan itu tidak lahir dengan sendirinya akan tetapi melalui proses yang penuh dengan tantangan.
"Beniharmoni Harefa,S.H., LL.M lahir di Gunungsitoli pada tahun 1987. Ia memperoleh gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Katolik St. Thomas Medan tahun 2009. Magister Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2011. Saat ini berkarya sebagai staf pengajar di IKIP Gunungsitoli, mengampu mata kuliah Hukum Konstitusi, Hukum Internasional, Pendidikan Kewarganeraan. Selain berkarya di dunia akademis, ia juga aktif dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai staf advokasi di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Nias."