Selamat Datang di Blog Berkati Ndraha untuk Ono Niha terimakasih atas kunjungan anda. punya kritikan dan masukan yang membangun serta tulisan atau artikel silahkan kirim ke email kami harian_nias@yahoo.co.id

Rabu, 17 April 2013

Situs Peninggalan Ndraha Lawolo Luo, Nias Indonesia

Ama Gado''i sedang Menjelaskan tentang
Gowe dan Pintu Gerbang dari Batu
Nias, Harni. Cerita yang turun-temurun, masyarakat Nias mengenal Kakek Ho (Duada Ho) dan Duada Ho mempunyai dua istrinya Nandrua dan Sa’usõlama, anak dari duada Ho dari istrinya Gaweda Nandrua yaitu Ndraha, Waruwu, Halawa, dan Gulõ. Dari istrinya Sa’usõlama Harefa, Zebua, Bate’e, Laoli, Giawa, Laia dan Damili. Semua anak-anak dari Duada Ho ini telah menyebar diberbagai pelosok Tanõniha dan dunia. 

Salah satu yang berkaitan dengan tulisan ini adalah anak Duada Ho yang tersebar di Gidõ sebua yaitu Ndraha, anaknya dari Gaweda Nandrua. Setelah Ndraha menikah dan mempunyai anak tujuh orang yaitu Ndraha Juga (leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Nifalo’olauru), Ndraha Lawõlõ Luo (Leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Hilizoi, Lõlõzarambua, Osala dan Sisarahili) Ndraha Mangaraja (Leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Desa Sirete), Ndraha Fele (Leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Desa Ohi’usõ), Ndraha Sawa Ana’a (Leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Sinuwe Muzõi dan Sinuwe Gidõ) Ndraha Lukhu’ana’a (Leluhur Marga Ndraha yang tinggal di Sisobahili Sogala-gala) dan Ndraha Tuhegenaosi (Leluhur marga Ndraha yang tinggal di Lõlõzasai) Keturunan dari anak perempuan Gaweda Nandrua dan Tuada Ho inilah yang menjadi leluhur Marga Ndraha yang sekarang tersebar di Tanõniha dan diperantauan


Perjalanan kehidupan dari ketujuh anak dari Ndraha ini pun berbeda-beda, salah seorang anak Ndraha yang akan diceritakan dalam tulisan ini adalah Ndraha Lawõlõ Luo atau Samatohosi. Ndraha Lawõlõ Luo dulunya tinggal disebuah bukit yang memiliki tebing yang curam dan masyarakat mengenal nama dari tempat itu adalah “Sifalagõbaho”
Pintu Gerbang dari batu besar

SIfalagõbaho yang termasuk dalam wilayah pemerintahan Desa Hiliweto Kecamatan Gidõ dan dilalui sungai Gidõ. Tak banyak memang orang yang mengenal dan datang di tempat ini, karena medan yang ditempuh untuk menuju bukit dimana terdapat bekas tempat tinggal Ndraha Lawõlõ Luo ini sangat sulit dan terisolir tanpa ada penghuni, namun peninggalan sejarah seperti Gowe, Batu-batu besar dan bekas tapak rumah dari batu-batu yang tersusun rapi menandakan jika manusia pernah tinggal disana beratus tahun yang silam. Untuk menuju situs peninggalan Samatõhõsi Ndraha Lawõlõ Luo ini dibutuhkan waktu sekitar 45 menit, dengan berjalan kaki. Akses untuk menuju Mbaho yaitu dari Desa Lõlõzarambua, kemudian melalui jalan kebun, menyelusuri sungai Gidõ serta mendaki bukit dan tebing yang curam dengan kemiringan ±70 derajat, itu makanya tempat itu dinamakan Sifalagõbaho. 

Situs peninggalan leluhur Marga Ndraha yang tersebar di Hilizoi, Lõlõzarambua, Osala dan Sisarahili ini, terdapat Gowe dan Gela Dua dan Gela Gawe dan berada persis di atas bukit dan dibelakangya tebing curam yang berakhir di tepi sungai Gidõ, disana juga terdapat bekas tempat rumah, dimana kita bisa melihat batu-batu yang tersusun rapi seperti fondasi rumah yang masih kokoh tanpa ada pengerat dari semen, dan dibagian halaman depan terdapat bentukan permukaan tanah yang bertingkat, konon bentukan tanah tersebut dibuat sebagai tempat komunitas Ndraha Lawõlõ Luo melakukan owasa dan tempat komunitas bertemu dan bersosialisasi dengan pemimpin mereka yaitu Samatõhõsi Ndraha Lawõlõ Luo. 
Gela Dua dan Gela Gawe
dari batu besar yang berbentuk bundar
Dari penuturan Ama Gadõ’i Ndraha (salah seorang orangtua keturunan dari Samatõhõsi Lawõlõ Luo yang masih setia merawat dan tinggal disekitar Sifalagõbaho) Sifalagõbaho adalah tempat kediaman keluarga Samatõhõsi Ndraha Lawõlõ Luo dan juga sebagai benteng pertahanan dari musuh-musuh mereka, karena zaman itu mereka mempunyai kebiasaan berperang melawan komunitas lain dengan sasaran mengambil Mbinu (potongan kepala manusia) yang digunakan sebagai syarat-syarat adat mendirikan Gowe. Ditempat itu juga Samatõhõsi dan keluarganya sering melakukan pesta adat atau Owasa dengan ditandai pendirian batu atau Gowe sebagai simbol dan bukti kekuasaannya di tempat itu. Gela dua dan Gela Gawe adalah batu besar berbentuk bundar yang berdiameter 100 cm yang berada persisis di halaman rumah Samatõhõsi Ndraha Lawõlõ Luo, dulunya digunakan sebagai tempat dimana mereka meletakkan Mbinu hasil dari peperangan mereka, kemudian dirayakan oleh rakyatnya dan dari halaman rumah paling atas, Samatõhõsi bersama istrinya berdiri di antara gerbang batu yang berdiri tegak di halaman rumah menyaksikan pesta itu sebagai simbol kemenangan mereka mengalahkan musuh, Jelas Ama Gado’I Ndraha.







Hele Mbinu, Sumur kecil tempat memcuci potongan
kepala manusia
Lebih lanjut Ama Gadõ’I Ndraha Menjelaskan, bahwa dihalaman rumah paling bawah terdapat sebuah Hele Mbinu. Hele Mbinu ini sebuah sumur kecil yang difungsikan untuk mencuci kepala manusia yang mereka dapat dari sebuah peperangan melawan komunitas lain, sebelum mbinu itu diserahkan kepada Samatõhõsi. Sumur ini tampak tidak terurus diselimuti lumpur dan rumput liar, namun sumur itu tetap berisi air meskipun sumur ini berada di atas bukit.
Upaya untuk melestarikan situs peninggalan leluhur Marga Ndraha ini baru dilakukan akhir-akhir ini dengan tujuan agar peninggalan yang berumur ratusan tahun ini tidak musnah oleh perubahan alam dan perbuatan tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Kedepan pun cucu-cucu dari kakek Samatõhõsi Ndraha Lawõlõ Luo berencana untuk tetap melestarikan serta menyampaikan kepada pemerintah Kabupaten Nias agar situs peninggalan ini diperhatikan dan dibangun akses jalan agar situs ini, juga bisa dinikmati oleh masyarakat luas dan tidak tertutup kemungkinan menjadi objek wisata serta dilakukan penelitian untuk mengungkap fakta-fakta sejarah yang terdapat di tempat itu. 



Artefak atau situs peninggalan Ndraha Lawõlõ Luo ini adalah merupakan peninggalan sejarah perjalanan manusia di bumi Tanõ Niha, artefak Ndraha Lawõlõ Luo ini bukan semata-mata hanya milik komunitas tertentu, namun adalah kekayaan sejarah perjalanan sekelompok manusia di Pulau Nias dan kekayaan sejarah suku-suku di Indonesia pada umumnya. Untuk itu diharapkan kepada pemerintah Kabupaten Nias agar memberi perhatian untuk melindungi dan melestarikan peninggalan-peninggalan perjalanan sejarah yang berada di Kecamatan Gidõ Kabupaten Nias tersebut. @2013 Berkati Ndraha


Cucu-cucu Ndraha Lawolo Lou foto Bersama disalah satu Gela dua 

Menyelusuri sungai Gido untuk menuju Sifalago Baho

Sedang membicarakan rencana pelestarian situs peninggalan leluhur Ndraha Lawolo Luo


Sungai Gido yang melalui dasar tebing juga dimanfaatkan sebagai tempat berenang
dan memancing ikan
Berfoto di Pintu Gerbang Batu

Foto Pintu Gerbang dari

Arti Kata:
  1. Sifalagõbaho   = (Bukit yang di apit oleh dua tebing) Nama tempat 
  2. Samatohosi = Nama Asli dari Ndraha Lawolo Luo
  3. Tuada   = Kakek Kita
  4. Gaweda = Nenek Kita
  5. Tuada Ho dan Gaweda Nandrua   = Nama Leluhur dari Marga (Waruwu, Halawa, Hura, Laia, Zamili/Zebua, Giawa, Zamasi, Ndraha, Lawolo)
  6. Gowe  = Batu Besar yang sudah pahat dan dibentuk
  7. Gela Gawe/ Gela Dua = Batu Besar yang bulat menyerupai Kuali
  8. Owasa  = Pesta Adat
  9. Mbinu = Potongan Kepala Manusia
  10. Hele = Sumur
  11. Hele Mbinu = Sumur tempat mencucui Potongan Kepala Manusia


Catatan: Jika ada cerita lain yang Saudara-saudari tau mohon informasinya. Hub/Sms di 085276442228 atau kirim di email kami harian_nias@yahoo.co.id